Kamis, 24 April 2014

Karena Cinta Lelaki Tidak Harus Berbentuk Bunga



Aku mencintai suamiku karena sifatnya yang apa adanya...
Aku begitu menyukai perasaan aman dan tentram yang muncul dihati ketika bersanding dengannya...

Tiga tahun dalam masa perkenalan.
Dua tahun dalam perkawinan harus aku akui bahwa mulai timbul rasa bosan dan lelah dengan kehidupan berumah tangga dengannya...
Dan alasan-alasan mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Aku seorang wanita yang berjiwa sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus.
Aku merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan belaian, tetapi semua itu tidak lagi ku dapatkan. Suamiku kini jauh berbeda dari yang aku harapkan dulu...

Rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana romantis dalam perkawinan kami. Telah memusnahkan semua harapan tentang kehidupan yan ideal...

Suatu hari aku memberanikan diriku untuk menyatakan keputusan untuk bercerai...

        “ Mengapa?”, dia bertanya terkejut
        “ Aku lelah, kamu tidak pernah memberikan cinta yang aku inginkan... “

Dia termenung dan terdiam sepanjang malam didepan komputernya, nampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaanku semakin bertambah.
Seorang lelaki yang tidak dapat mengekspresikan perasaannya...

Apalagi yang dapat aku harapkan darinya?

Dan akhirnya dia bertanya,
“ Apa yang dapat aku lakukan untuk mengubah pikiranmu? “
Aku menatapnya dalam-dalam dan menjawab dengan perlahan,
“ Aku ada satu pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya, aku akan mengubah pikiranku... “
“ Seandainya aku menyukai setangkai bungan indah yang ada di tebing gunung, dan kita berdua tahu, jika kau memanjat gunung itu, kau akan mati. Apakah kau akan melakukannya untukku? “

Diapun termenung dan berkata,
        “ Aku akan memberikan jawabannya besok pagi. “
Hatiku gundah mendengar reaksinya.

Keesokan paginya, suaiku tidak berada dirumah dan aku menemukan selembar kertas denga coretann tangannya dibawah sebuah gelas berisi susu hangat yang bertuliskan...

        “ Sayang...
        Aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu,

        tetapi...
izinkan aku untuk menjelaskannya... “

Kalimat pertama ini menghancurkan hatiku.
Aku lantas terus membacanya...
       
        “ Sayang, kau biasa menggunakan komputer dan selalu menghadapi
kerusakan program didalamnya dan akhirnya menangis didepan monitor.
Aku akhirnya harus memberikan jari-jariku supaya dapat membantumu dan memperbaiki programnya. ”

“ Kau selalu lupa membawa kunci ketika keluar rumah, dan aku harus memberikan kakiku supaya dapat menendang pintu, dan membuka pintu untukmu ketika pulang... “

“ Kamu senang jalan-jalan keluar kota tetapi sering tersesat ditempat-tempat baru yang kamu kunjungi.
Aku harus menuggumu dirumah dan membantumu agar dapat memberikan mataku menjelaskan jalan melalui peta.”

  Kamu selalu kelelahan pada waktu pergi dengan teman baikmu setiap bulan, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijit kakimu yang terkilir... “

“ Kamu seorang yang senang diam dirumah, dan aku khawatir kamu akan menjadi ‘aneh’ dan aku akan membelikanmu sesuatu yang dapat menghiburmu dirumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami... “

        “ Kamu selalu menatap komputermu,
        membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu...
aku harus menjaga mataku agar ketika tua nanti, aku masih dapat menolongmu, memotong kukumu, dan mencabuti ubanmu... “

        “ Tanganku akan memegang erat tanganmu,
membimbingmu menyusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu. “

“ Tetapi sayangku...
Aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena,
aku tidak sanggup melihat air matamu mengalir
menangisi kematianku... “

“ Sayangku...
Aku tahu...
diluar sana ada banyak orang yang mampu mencintai lebih dari
aku mencintaimu... “

“ Untuk itu sayangku...
jika semua yang telah kuberikan dengan
tanganku,
kakiku,
mataku,
tidak cukup bagimu... “

“ Aku tidak dapat menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain
Yang dapat membahagiakanmu... “

Air mataku jatuuh diatas tulisan dan membuat tintanya kabur, tetapi aku tetap berusaha untuk membaca selanjutnya...

        “ dan sekarang, sayangku...
        kamu telah selesai membaca jawabanku.
        Jika kau berpuas hati dengan jawaban ini dan tetap menginginkanku
untuk tinggal dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita,
aku sekarang sedang berdiri diluar pintu menunggu
        jawabanmu... “
        “ Jika kamu tidak puas, sayangku...
        biarkan aku masuk untuk mengambil barang-barangku,
dan aku tidak akan menyusahkan hidupmu lagi...
kebahagiaanku adalah KAU BAHAGIA... “

Aku segera berlari membuka pintu dan...
Melihatnya berdiri didepan pintu dengan wajah sendu sambil tangan memegang susu dan roti kesukaanku...

Oh Tuhan...
Kini baru aku tahu...
Tidak ada orang lain yang pernah mencintaiku lebih dari dia mencintaiku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar